Kebenaran atau Pembenaran

Dalam hidup sering kali kita dihadapkan pada pilihan pilihan.
sering kali kita harus membuat keputusan demi keputusan dan tentunya setiap keputusan yang kita ambil haruslah keputusan yang paling benar.
 Persoalannya adalah keputusan benar itu benar menurut siapa?.
sebagaimana bila kita mengikuti proses peradilan maka kita akan temui semua pihak merasa benar atas tindakan yg diambil, sementara semua pendapat bersebrangan. Semua memiliki alasan dan pertimbangan masing masing atas prilaku yg dilakukan.
semua merasa benar atas keputusannya.
 kita harus membuat kesepakatan terlebih dulu sebagai acuan dalam menentukan kebenaran, dan acuan paling benar adalah berdasarkan alquran dan hadist Rosulullah.
Bila kita telah sepakat atas itu maka insyaAllah tak adalagi perdebatan siapa yang benar siapa yang salah, karena setiap keputusan yang menggunakan dalil akan menjadi benar adanya, begitu juga sebaliknya.
Kalau kita mau jujur, saat ini banyak sekali orang orang yang terjerat kasus hukum berteriak lantang bahwa mereka pengusung kebenaran, kenapa bisa begitu?
 karena ia memiliki sudut pandang versi mereka sendiri.
Bahkan kita akan melihat pembunuh akan merasa benar, karena membunuh orang yang telah mencela mereka,
seorang koruptor akan merasa benar karena ia melakukan sebagaimana seniornya melakukan, seorang pezina akan merasa benar karena mau sama mau.
Kalau semua logika ini yang dipakai maka semut semutpun akan tertawa, karena ternyata kebenaran hanyalah milik orang yang melakukan karena punya alasan, dan ketika semut menggigit mereka tentunya juga benar, karena ........orang 2 itu emang menjengkelkan hehehehehe.
tidak, sungguh tidak, kebeneran sekali lagi adalah karena apa yang kita lakukan sesuai dengan alquran dan hadist.
Ada satu peristiwa yang menarik, ada dua orang sahabat Nur dan Ahmad, Nur adalah penganut sholat subuh dengan qunut sementara Ahmad penganut tidak pakai qunut, akhirnya dua sahabat ini berdiskusi atas pemahaman mereka dan tercapai kesimpulan qunut atau tidak semua boleh dilakukan atas keyakinan masing2 dan tidak boleh saling mencela, harus saling menghormati diantara kedua pendapat tersebut.
Esok harinya keduanya bertemu dimasjid, kemudian Nur berkata kepada ahmad, "kan kita semalam sudah sepakat bahwa qunut dan tidak semuanya boleh, kita jalankan keyakinan kita masing2 dan saling menghormati, sekarang mari kita sholat subuh pakai qunut".
Esok pagi kembali mereka bertemu lagi, dan Nur mengatakan hal yang sama seperti kemarin  "kan kita semalam sudah sepakat bahwa qunut dan tidak semuanya boleh, kita jalankan keyakinan kita masing2 dan saling menghormati, sekarang mari kita sholat subuh pakai qunut".
Esok hari kembali bertemu lagi dan Nur masih mengulang kalimat yang sama  "kan kita semalam sudah sepakat bahwa qunut dan tidak semuanya boleh, kita jalankan keyakinan kita masing2 dan saling menghormati, sekarang mari kita sholat subuh pakai qunut".
pada hari keempat saat bertemu lagi sebelum Nur mengulangi pernyataannya, ahmad mendahuluinya dan mengatakan " mari kita sholat subuh gak pakai qunut, toh gak qunut juga gak masalahkan, sesuai tuntunan Rosulullah juga'.
"gak bisa , kita pakai qunut aja, toh pakai qunut juga sesuai tuntunan juga. pakai qunut aja' kata Nur.
"tapi sudah 3 hari berturut turut kita sholat pakai qunut, sekarang gantian dong gak pakai qunut".
ahmad menimpali.
"sudahlah kan kita sudah sepakat qunut gak pakai qunut semuanya boleh, jadi pakai qunut aja, kamu harus bisa toleransi" kata Nur.
"lalu dimana keadilannya, engkau selalu beralasan sama aja, toleransi tapi selalu memaksakan pakai qunut tanpa mau tidak dengan qunut"
akhirnya dua sahabat itu , yang telah sepakat untuk toleransi dan mengakui kesamaan dasar hukum soal perbedaan Qunut, kembali berseteru.
Kesimpulan buat kita adalah apakah kita bagian dari dua orang sahabat tersebut,  siapakah yang layak untuk ditiru dalam kasus tersebut?
inilah contoh nyata dalam kehidupan kita bahwa sering kali kita membuat keputusan atas pembenaran pilihan kita, bukan atas kebenaran yang seharusnya.
 

Komentar