BELAJAR
DARI SEJARAH QURBAN
Sahabatku yang pandai mengambil hikmah,
Saat ini kita sedang disibukan dengan hari idul
adha, hari raya Qurban.
Maka tidak salah kalau kemudian diantara kesibukan
tersebut kita mengambil hikmat atas peristiwa yang melatar belakangi terjadi
hari raya qurban.
Tentu kita semua telah faham bagaimana Nabi
Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih anaknya, namun kemudian diganti oleh
Allah dengan domba. Namun sebelum prosesi itu ada dialog yang perlu kita renungkan
yang terjadi antara seorang ayah dengan anaknya.
QS As_Saffat 102
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Nabi Ibrahim walaupun seorang nabi, tidak serta
merta memaksakan kehendaknya walaupun itu adalah perintah Allah untuk
menyembelih anaknya, namun Nabi Ibrahim mendiskusikan hal tersebut dengan
ismail, sang putra kesayangan.
Ini mengajarkan kepada kita bagaimana hubungan
baik orang tua dengan anak adalah sangat penting, komunikasi harus dibangun
untuk saling mempercayai, terbuka, dan bebas menyatakan pendapatnya, seorang
anak harus diberi kesempatan untuk menyampaikan isi hatinya, pikirannya, keluh
kesahnya, karena bagaimanapun sosok orang tua adalah tempat paling nyaman untuk
bercerita. Jangan sampai kemudian karena kerasnya kita mendidik anak, otoriter
dalam memberikan perlakuan, tidak ada diskusi, kemudian anak menjadi pribadi
yang tertutup, tidak berani menyampaikan pendapat, tidak berani curhat,
terpaksa menyelesaikan persoalannya sendiri dengan kemampuan terbatas.
Seringkali dengan alibi pendewasaan kemudian kita
biarkan anak menghadapi masalahnya sendiri tanpa pendampingan,
Seringkali demi kedisiplinan, kita berlaku keras
dalam mendidik anak dengan sanksi dan hukuman, namun tidak proporsional
Membiarkan anak menyelesaikan masalahnya sendiri
tanpa pendampingan bukanlah jaminan terbentuknya kedewasaan anak yang baik,
bahkan berpeluang besar salah dalam memilih jalan,
Berlaku keras dalam mendidik dengan ancaman dan
sanksi akan menyebabkan anak takut, bukan kesadaran, sehingga dikesempatan lain
berpeluang untuk melanggarnya.
Karena itu wahai sahabat yang arif,
Jangan biarkan anak anak kita tumbuh tanpa
bimbingan dan pendampingan kita, bila masa itu telah lewat, berat untuk bisa
memperbaikinya.
Lihat kembali dialog Nabi Ibrahim diatas,
keprcayaan orang tua memberi kesempatan anak untuk turut serta memikirkan
penyelesaian atas masalah yang ada, adalah bukti proses pendidikan yang baik, yang
dibangun dari komunikasi aktif antara orang tua dan anak.
Lihat juga jawaban sang anak. “Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Tergambar
jelas, pribadi anak yang telah disentuh dengan tauhid maka pendapatnya bersadar
pada ketauhidan, meyakini perintah Allah walaupun itu tidak mengenakkan. Bahkan
dikuatkan lagi diakhir jawaban tersebut bahwa ia sang anak memiliki akhlak yang
mulia dengan kesabarannya.
Bayangkan
apabila kita membicarakan hal yang semisal dengan cerita tersebut dengan anak,
apakah ketauhidan anak yang muncul? Kemuliaan Akhlak?
Sahabatku
yang pandai mengambil hikmah,
diakhir tulisan ini saya ingin mengajak antum
semua untuk membayangkan wajah anak anak kita, kemudian ber azzam untuk
memberikan pendidikan dan pendampingan terbaik ke anak, agar tumbuh dengan tauhid yang benar,
akhlak yang mulia, menjadikan kita sebagai sahabat, teman, tempat curhat,
tempat berbagi cerita, dan menjadikannya pribadi yang santun, yang
mengedepankan kasih sayang dalam membangun hubungan persaudaraan dengan semua
orang, memiliki simpati dan empati atas permasalahan orang lain, dan menjadi
penegak agama Allah, amim.
Komentar
Posting Komentar