“ Allah Maha Melihat “

“  Allah Maha Melihat “
(Andi Abi Abdullah)

Sahabatku yang pandai mengambil hikmah,
Pelajaran penting yang harus kita tanamkan diawal didalam hati sebelum mempelajari islam lebih dalam adalah kemurnian dan kekuatan akidah, apabila akidah kita bersih dan lurus maka kemuliaan kita dimata Allah akan jauh berada diatas manusia lain yang rajin ibadah, yang pandai dalam berbagai ilmu namun lemah dalam akidah  ( akidahnya tercemar).
Penanaman akidah dimulai dari Allah yang maha Esa, kita tidak boleh “berpoligami” dalam akidah dengan meminta kepada yang lain, berharap kepada yang lain, dengan alasan apapun.
 Kemudian yang berikutnya adalah pemahaman atas penjagaan Allah, bahwa dimanapun kita berada Allah yang maha melihat akan selalu mengawasi dan menjaga kita, yak ada tempat didunia ini yang lepas dari penglihatannya, maka mungkinkah ada suatu tempat yang kita berbuat maksiyat dan Allah tidak melihatnya?

  “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” [Al Hadiid 4]

Sahabatku ahli hikmah,
Ada sebuah cerita disebuah pesantren dimana sang kyai sangat menyayangi si fulan salah satu murid di pesantren tersebut. Ini membuat heran dan pertanyaan santri santri yang lain karena si fulan ini biasa biasa saja, hafalannya bukan yang terbaik, pelajaran akademiknya bukan pula yang terbaik, umum seperti santri yg lain. Rasa penasaran tidak hanya menghinggapi santri, namun juga sebagian ustadz pengajar.
Akhirnya beberapa santri dan ustadz menghadap sang kyai dan bertanya kenapa si fulan sangat disayang melebihi yang lain padahal tidak masuk kategori yang terbaik.
Sang kyai tersenyum bijak dan meminta semua santri dan ustadz berkumpul, setelah semuanya berkumpul kemudian di umumkan sebuah perintah
“kalian semua sudah mendapatkan materi tentang penyembelihan, silahkan praktekkan dengan menyembelih burung atau ayam, namun dengan catatan lakukanlah disuatu tempat yang tidak dilihat oleh siapapun”
Kemudian para santri menyebar, mencari tempat yang tersembunyi
Ada yang berlari keatas gunung, setelah dirasa jauh dan sepi kemudian menyembelih burung yang dibawa
Ada yang berlari masuk hutan,
Ada yang bersembunyi dalam gua yang gelap,
Ada yang masuk kedalam kamar dan pintu kamarnya dikunci, lampu dipadamkan
Ada yang menuruni lembah,
Hingga akhirnya seluruh santri sudah kembali semua ke hadapan sang kyai.
Sang kyai bertanya “apakah sudah kalian semua lakukan perintahku?”
“sudaahhh…..” santri menjawab serentak.
Siapakah yang belum menyembelih?
Semua diam dan tengak tengok, mencari apakah ada yang belum menyembelih.
Tiba tiba santri yang sangat disayang kyai angkat tangan “maafkan saya pak kyai, saya belum bisa menyembelih burung ini….”
Kenapa kamu belum melakukannya?

Saya sudah naik keatas gunung, saya sudah kedasar lembah, saya sudah masuk kedalam hutan, bahkan saya masuk kedalam gua yang gelap gulita, namun kemanapun saya pergi, tetap saja ada yang melihat pak kyai.
Siapakah yang selalu melihatmu?, tanya sang kyai.
Allah,….Allah selalu melihat kemanapun saya pergi, sementara pak kyai berpesan agar saya menyembelih ditempat yang tidak terlihat oleh siapapun, mohon maaf saya tidak bisa menemukan tempat tersebut.

Akhirnya sang kyai tersenyum bijak, dan berkata “anak anakku, apakah kalian sudah mendapatkan pelajaran dari peristiwa ini?”
Para santri tertunduk malu, sebagian ustadz juga istigfar atas dugaan selama ini. Akhirnya semua mengerti kenapa kyai tersebut sangat menyayangi si fulan.

Semoga yang membaca kisah ini juga mampu mengambil hikmah tanpa harus dijelaskan lebih lanjut, semoga Allah membuka mata hati kita, hingga mampu melihat apa yang tidak terihat oleh mata, mampu memahami setiap peristiwa dengan bijak, dan menjadi pribadi yang pandai mengambil hikmah atas setiap peristiwa, amin.
(Salam dan doa untuk seluruh santri pesantren Darul Quran Mulia, Bogor)



Komentar