INI SOAL ‘ RASA ‘’
Andi Abi Abdullah
Ini
soal “rasa” yang hanya bisa dimengerti oleh yang memiliki “rasa”
Akan
susah bagi yang tak memiliki kemudian diminta untuk memahami, bagaimana
mungkin, sedangkan ia tak tahu soal ini
“rasa”
ini soal hati, yang sulit dijelaskan dengan akal, bahkan bagi orang yang sangat
berilmupun, belum tentu bisa memahaminya.
Sebagaimana
mendengar suara adzan,
Ada
yang terganggu dan tidak nyaman walau dia islam
Ada
yang “tak terdengar’’ dan tak berarti apa apa suara adzan tersebut
Ada
yang bergumam sudah masuk waktu sholat, namun tetap melanjutkan pekerjaannya
Ada
yang bergegas menuju masjid, bahkan ada yang sudah mempersiapkan diri sebelum
adzan berkumandang.
Sekali
lagi ini soal “rasa” , akan sangat susah bagi yang jengah dengan suara adzan
memahami yang menyongsong sebelum terdengar adzan, akan susah memahami bagi
yang bergegas kemasjid melihat yang merasa “tak terdengar”
Ilmu
dan kepandaian seseorang bukanlah jaminan untuk mengerti
Walaupun
seorang professor atau doctor
Walaupun
seorang buya atau ajengan
Walaupun
seorang kyai atau ustadz
Karena
ini urusan hati, yang bisa memahaminya adalah mereka yang hatinya memiliki “rasa”
Ingatlah
surat al anfal ayat 2
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا
ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ
زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah
hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.
Ayat tersebut
menceritakan tentang “rasa”, dengan mendengar atau menyebut nama Allah hati
menjadi bergetar, apakah bisa dijelaskan dengan akal kenapa hati tersebut
bergetar?
Apakah ada
pasal atau aturan hukum yang menjelaskan tentang hati yang bergetar?
Tidak ada, Karena
kembali sekali lagi ini soal “rasa”.
Karena itu
maka wajar dan bisa difahami ketika jutaan umat berbondong bondong dalam “4 11 “
Karena mereka memiliki “rasa” yang terusik, yang mereka agungkan, yakini
kesuciannya, patuhi nasehatnya kemudian di nistakan.
Bagaimana mungkin
bagi sang pemilik “rasa” berdiam diri ketika
Allah sang
pemilik hidup
Rasulullah
sang suri tauladan
Alquran sang
petunjuk
Ulama penerus
Rasulullah
Di usik dan
dihinakan, dijadikan jalan bagi seseorang meraih jabatan dunia dengan mentertawakannya.
Sungguh para
pemilik “rasa” tidak terima, maka wajar ketika semua berjalan dalam satu
barisan menuntuk keadilan.
Tulisan ini
bukan untuk menilai orang lain memiliki
rasa atau tidak, bukan untuk merasa lebih baik
Namun untuk
muhasabah diri sampai mana “rasa” yang kita miliki
Apakah kita
sekedar terusik, atau tak peduli
Apakah kita
mencari pembenaran untuk menghindar dari “panggilan” atau memantapkan hati
menyongsong seruan itu
Semua Karena soal
“rasa”
Semoga setiap
kita selalu bisa mengukur diri sampai mana batasan “rasa” yang kita miliki
Kemudian berupaya
untuk meningkatkan agar lebih baik lagi, amin.
Komentar
Posting Komentar