BELAJAR DARI KA’AB BIN MALIK

BELAJAR DARI KA’AB BIN MALIK
Andi Abi Abdullah


Sahabatku ahli syiroh,
Siapa yang tidak kenal ka’ab bin malik, seorang sahabat yang begitu luar biasa, yang namanya tertulis dengan tinta emas dalam sejarah karena kejujurannya, dan karena peristiwa perang tabuk ka’ab menjadi sebab turunnya beberapa ayat alquran, tidak banyak sahabat yang mendapatkan keistimewaan ini bahkah hingga dikabarkan langsung dari Allah bahwa dosanya telah diampuni.
Ka’ab bin malik adalah salah seorang sahabat yang tidak berangkat ikut perang tabuk karena kelalaiannya, namun setelah menyadari kelalaian tersebut, seorang ka’ab yang ahli diplomasi, pandai bersyair, tidak menggunakan kemampuannya untuk mencari dalil pembenaran atas kelalaian tersebut, namun beliau secara jujur mengakui kesalahannya, lihatlah apa yang beliau sampaikan,

‘ Demi Allah, sekiranya aku sekarang duduk di hadapan orang selain engkau dari seluruh penduduk dunia ini, tentu aku bisa selamat dari kemarahannya dengan mengemukakan alasan tertentu. Aku telah dikaruniai kepandaian berdiplomasi. Akan tetapi, demi Allah, aku yakin, kalau hari ini aku berdusta kepada engkau dan engkau rela menerima alasanku, niscaya Allah akan menanamkan kemarahan diri engkau kepadaku. Dan bila aku berbicara jujur kepada engkau, maka engkau akan menjadi marah karenanya. Sesungguhnya aku mengharapkan pengampunan dari Allah Ta`ala. Tidak, demi Allah, sama sekali saya tidak mempunyai alasan apa pun secara fisik dan lebih lapang secara ekonomi daripada saat aku tidak ikut serta dengan engkau.’

Inilah kejujuran ka’ab bin malik ketika lalai, tidak mencari pembenaran, tidak berdusta, tidak mengotak atik ayat dan hadist untuk hujjah, jujur bahwa ia telah lalai, walaupun resikonya mendapat amarah Rasulullah.

Sahabatku ahli syiroh,
Mari kita belajar dari riwayat tersebut agar berani jujur pada diri sendiri, jujur pada siapapun untuk tidak mencari dalih dan dalil pembenaran atas kesalahan dan kelalaian yang kita lakukan.

Jangan karena ilmu yang kita miliki, kemampuan yang kita kuasai membuat kita merasa aman, merasa benar setelah menyampaikan dalil atas apa yg kita lakukan walaupun batin kita sebenarnya mengakui itu adalah sebuah kesalahan.
Ibadah baru sebatas yang wajib, pembenarannya yang penting jadi orang baik tidak menyakiti orang lain
Medan dakwah kita hindari, pembenarannya ilmu belum cukup, itu tanggung jawab para ustadz
Jarang terlibat dalam kajian atau pergerakan, pembenarannya kita punya tanggungjawab menafkahi keluarga
Larut dalam sistem kerja atau lingkungan yang buruk, pembenarannya semua melakukan itu, akan terasing kalau beda sendiri

Sahabatku ahli syiroh,
Ingatlah akan sebuah ayat Allah dalam surat An Nahl 105

Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta. (16: 105)

Kemudian dia ayat yang lain Allah memberi contoh prilaku  melakukan pembenaran

”Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.” (QS. Al Qiyaamah [75] : 13-15)

Meskipun manusia mengemukakan alasan pembenaran, namun Allah yang maha tahu tentu tahu apa sebenarnya yang ada didalam hati kita, benarkah berbagai alasan yang kita sampaikan ataukah sekedar lari dari sebuah tanggung jawab?
Mari kita belajar dari Ka’ab bin malik, orang yang berani jujur mengakui kelalaiannya, walaupun akibatnya dihukum oleh Allah, namun setelahnya dosa kita dihapuskan dan diangkat derajatnya oleh Allah karena melakukan pertaubatan yang sebenarnya, taubatan nasuha.
Semoga kita menjadi orang orang yang pandai mengambil hikmah, dan selalu melakukan perbaikan diri dalam kejujuran, amin.


Komentar