PENYAKIT PARA DA’I


PENYAKIT PARA DA’I


Sahabatku para aktifis islam,
Seseorang yang telah memiliki keislaman yang baik tidak berarti kemudian terbebas dari penyakit hati. Seorang yang telah menekuni dunia dakwah tak berarti telah menjadi sosok yang bebas dari godaan, namun justru makin berat dalam menghadapi ujian dari dalam diri maupun cobaan dari luar.
Seorang ustadz, da’i, ulama, aktivis dakwah juga rentan terhadap penyakit hati, penyakit yang bisa merusak seluruh aktifitas dakwahnya apabila tidak segera di obati karena dakwahnya tidak lagi lillahi ta”allah.
Minimal ada 3 penyakit yang harus di hindari dan segera di obati apabila telah terjangkit,
1.   I’jab bi nafsi, bangga pada kemampuan diri.
Ini adalah penyakit awal seorang da’i, mengagumi diri sendiri atau kemampuannya, atas ilmunya, sehingga bila di biarkan bisa membesar menjadi sombong dan mengecilkan orang lain.
Di dalam kitab Usul Dakwah karangan Dr.Abdul Karim Zaidan, beliau menyebutkan antara penyakit yang menimpa pendakwah ialah melebih-lebih menampilkan keistimewaan diri.
Orang yang telah terkena penyakit i’jab bi nafsi cenderung akan melebih lebihkan apa yang ia sampaikan, yang ia tampilkan sehingga merasa dirinya makin besar dimata orang lain.
Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu  membanggakan diri.” (QS. Al Qashash : 76)

2.   Senang popularitas.
penyakit kedua adalah senang popularitas sehingga selalu berupaya untuk mendapatkan popularitas tersebut. Imam Ghazali rahimahullah mengatakan,
“Yang tercela adalah apabila seseorang mencari ketenaran. Namun jika ia tenar karena karunia Allah tanpa ia cari-cari, maka itu tidaklah tercela.”

popularitas mudah menggeser niat seseorang dari dakwah ikhlas menjadi dakwah ketenaran, sehingga ukuran semangatnya dalam berdakwah bukan lagi banyaknya pahala yang akan didapat namun ketenaran yang akan ia dapat dari dakwah tersebut.
Sesungguhnya orang yang berbangga diri dengan popularitas telah kehilangan kemerdekaannya karena apapun yg akan ia lakukan selalu terikat dengan bagaimana penilaian orang lain, ia tak lagi memiliki kenyamanan dalam berbuat.

Ibrohim bin Ad-ham mengatakan, Tidaklah bertakwa pada Allah orang yang ingin kebaikannya disebut-sebut orang.” ( Ta’thirul Anfas, hal. 286)
                                                                                                           
3.   Senang dengan jumlah jamaah.
Tidak sedikit da’i, ustadz, ulama, yang menjadikan banyaknya jamaah sebagai ukuran kesuksesan dakwahnya. Ketika di undang di masjid kecil kurang semangat, ketika yang menghadiri ceramahnya sedikit kecewa, ketika yang menjadi pengikutnya banyak berbangga diri dan di banggakan.
Padahal itu bukanlah ukuran kesuksesan sebuah dakwah, tugas seorang dai adalah menyampaikan, jumlah orang tidak boleh menjadi ukuran semangatnya, apalagi menjadi ukuran kesuksesan sebuah dakwah.
Tak sedikit nabi yang hanya sedikit memiliki pengikut bahkan ada yang tak memiliki sama sekali, namun itu tidak mengecilkan kemuliaan nabi tersebut. Jadikan ridho Allah sebagai ukuran keberhasilan dakwah, bukan berapa banyak yang mengikuti dakwahmu, karena hidayah adalah hak prerogatif Allah kepada orang tersebut.


Sahabatku yang sedang meniti jalan dakwah,
Itulah tiga hal yang bisa menjadi sandungan seorang da’i dalam berdakwah, saya berdoa semoga antum semua para penyeru dakwah tidak terjangkit penyakit tersebut. Semoga jalan terjal yang kalian lalui tidak berakhir sia sia karena digerogoti penyakit hati, namun justru semakin ikhlas dalam berdakwah dan mendapatkan Ridho dari Allah SWT, aamiin.






Komentar